Lobotomi: Sejarah Kelam Dunia Psikiatri

Di dunia kedokteran zaman modern ini, kita bisa mendapatkan pengobatan dengan berbagai macam cara pengobatan yang efektif dan tentunya tidak terlalu menyakitkan seperti di zaman dahulu. Dulu, sebelum ada penisilin, luka irisan pisau saja dapat membuat nyawa seseorang hilang karena mengalami infeksi.

Di artikel ini kita akan berfokus pada pengobatan di dunia psikiatri. Di zaman modern dengan segala kemajuannya, pengobatan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa jadi lebih mudah dan tidak perlu melalui operasi yang menyakitkan, seperti dengan terapi kognitif, hipnoterapi, terapi konseling, pemberian obat antidepresan, dll. Kalau dulu, pengobatan medis terhadap gangguan jiwa belum memadai seperti sekarang. Akibatnya, penanganan terhadap pasien gangguan jiwa terbilang semena-mena bahkan sadis.

Apa itu Lobotomi?

Salah satunya adalah prosedur Lobotomi atau Leucotomy. Lobotomi adalah sebuah prosedur penangan terhadap pasien gangguan jiwa seperti skizofrenia, depresi, gangguan bipolar, dan PTSD pada pertengahan abad 20. Pengobatan ini dilakukan dengan pembedahan pada otak dengan cara yang cukup sadis, yaitu dengan merusak lobus prefrontal. Pencetus dari pengobatan ini adalah ahli saraf dari Portugal bernama António Egas Moniz pada tahun 1936.

Tujuan dari pembedahan ini adalah menenangkan pasien gangguan jiwa dengan memotong atau merusak jaringan otak dalam lobus prefrontal. Lobus prefrontal merupakan bagian terdepan dari lobus frontal yang berperan penting dalam mengendalikan gerakan tubuh, menilai, merencanakan sesuatu, memecahkan masalah, mengatur emosi, dan pengendalian diri. Dengan memotong/merusak jaringan lobus prefrontal ini, diharapkan mampu menghilangkan “kelebihan” emosi dan reaksi tersebut. Dengan begitu, pasien pun jadi lebih tenang dan mudah dikendalikan.

Prosedur dari Lobotomi sendiri awalnya dilakukan dengan melubangi bagian depan kedua sisi tengkorak pasien. Dari lubang tersebut, dokter akan menyuntikan alkohol ke lobus frontal pasien, sehingga menghancurkan jaringan yang disuntik tersebut. Dr. Moniz, sang pencetus pengobatan lobotomi, menganjurkan pengobatan dengan metode lobotomi sebagai pilihan terakhir untuk pasien dari berbagai macam gangguan kejiwaan.

Pengobatan dengan metode lobotomi kemudian makin dikembangkan oleh para ahli bedah dan saraf seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat. Praktek lobotomi di Amerika Serikat dilakukan setelah Walter Freeman membaca buku karya Dr. António Egas Moniz dan kemudian terkesan. Bekerja sama dengan James Watt, mereka melakukan pengobatan lobotomi pertama di Amerika Serikat pada tahun 1936. Mereka melakukan lobotomi dengan cara yang lebih sedikit ekstrim, yaitu dengan alat pemecah es batu. Nantinya, alat pemecah es batu tersebut akan dimasukkan melalui rongga mata pasien, kemudian sebuah palu akan digunakan untuk menghancurkan koneksi saraf ke lobus frontal. Prosedur seperti ini akan dilakukan pada mata lainnya. Dalam melakukan prosedurnya, anestesi lokal (pembiusan pada bagian tubuh tertentu) tidak dilakukan dengan pemberian obat bius, melainkan melalui sengatan arus listrik sehingga pasien tak sadarkan diri.

Dampak dari Prosedur Lobotomi

Pengobatan dengan metode lobotomi memang berhasil menenangkan pasien gangguan jiwa, tapi bukan berarti tidak ada efek sampingnya. Para pasien memang menjadi tenang karena mengalami kelumpuhan secara fisik dan mental. Seorang pakar saraf dan kejiwaan, Dr. John B. Dynes, para korban lobotomi menunjukkan gejala-gejala layaknya mayat hidup. Mereka jadi kehilangan kemampuan bicara, berkoordinasi, berpikir, dan merasakan emosi. Pada kasus-kasus lainnya, banyak pasien lobotomi justru meninggal dunia usai melakukan pengobatan dikarenakan pendarahan otak yang hebat.

Pelarangan Prosedur Lobotomi

Pada pertengahan 1950-an, obat antipsikotik pertama diperkenalkan. Dengan obat-obat itu, dokter jadi lebih mudah mengelola perilaku pasien gangguan jiwa. Akibatnya, popularitas dari lobotomi mulai redup. Dan pada tahun 1977, Kongres AS membentuk Komite Nasional untuk Perlindungan Subyek Manusia Biomedis dan Behavioral Research, prosedur lobotomi akhirnya diberhentikan dan dilarang dipraktikan.

Fakta menariknya, Dr. António Egas Moniz, atas gagasannya ini ia mendapatkan penghargaan Nobel pada tahun 1949. Apa jadinya jika kita hidup pada tahun 1940-an, kemudian mengalami depresi dan harus melakukan pengobatan libotomi? Apa kamu sanggup untuk mengikuti prosedurnya?

Muhamad Rizki
Muhamad Rizki

Komentar


Translate