Whale 52: The Loneliest Whale

Sendirian, tidak ada teman, dan merasa terasing merupakan suatu kondisi yang mungkin banyak dihindari oleh kebanyakan orang. Ada banyak penyebab kesepian dan kesendirian, seperti penolakan oleh lingkungan, ketidakmampuan dalam beradaptasi di lingkungan masyarakat setempat, konflik internal, dan lainnya. Namun, pernahkah kalian merasa sendirian dan kesepian karena menurut kalian orang-orang tidak dapat memahami, bahkan tak mampu mendengar perkataan kalian? Dengan kondisi seperti itu kalian pun terpaksa mejalani kehidupan menyendiri yang monoton tanpa ada orang-orang di sekitar kalian.

Asal Mula Julukan Whale 52

Di kedalaman Samudra Pasifik yang gelap hiduplah seekor spesies paus dengan kisahnya yang menyedihkan. Paus dikenal sebagai hewan yang hidup secara berkelompok. Namun, paus yang satu ini hidup menyendiri, bahkan melakukan migrasi tanpa kelompok, benar-benar sendiri. Paus ini mendapat julukan The Loneliest 52 Hz Whale.

Julukan ini berawal dari temuan Dr. Watkins dari Oceanographic Institution Woods Hole pada tahun 1989 yang tengah mempelajari frekuensi suara nyanyian khas paus jantan selama musim kawin, Dr. Watkins menangkap frekuensi paus jantan yang berbeda dari yang lainnya. Paus jantan ini menghasilkan suara nyanyian pada frekuensi 52 Hz. Frekuensi yang lebih tinggi daripada frekuensi yang dihasilkan paus normal pada umumnya yang berkisar antara 10-39 Hz.

Paus abnormal itu dilaporkan oleh Dr. Watkins terus-menerus bernyanyi sepanjang musim kawin. Namun, hal yang membuat pilu adalah tak ada satupun paus lain yang mendengar dan merespon suaranya. Para peneliti menduga hal ini terjadi karena perbedaan frekuensi suara yang dihasilkan paus abnormal telah membuatnya hidup sendirian tanpa memiliki teman maupun kelompok. Sejak itulah paus ini dikenal dengan The Loneliest 52 Hz Whale atau Whalien 52. Angka 52 digunakan untuk mengingatkan pada frekuensi suara yang dihasilkannya.

Usaha Pencarian Whale 52

Keberadaan Whale 52 pernah ditemukan kembali oleh angkatan laut Amerika Serikat pada tahun 1992 di Samudra Pasifik. Kemudian pada tahun 2015, para peneliti melakukan pencarian untuk menemukan kembali Whale 52. Para peneliti juga berencana menaruh sebuah mesin yang akan mengubah frekuensi 52 Hz dan menerjemahkannya ke frekuensi 10 Hz -39 Hz agar Whale 52 dapat berkomunikasi dan tidak lagi kesepian. Namun, segala macam upaya itu belum membuahkan hasil hingga sekarang, para peneliti tidak mengetahui bagaimana kondisi Whale 52 saat ini, apakah masih hidup atau sudah mati dalam kesendiriannya.

Karena kisah menyedihkannya itu, masyarakat menjadikan Whale 52 sebagai ikon dari pengasingan. Whale 52 merasa terasingkan oleh dunianya sendiri karena berbeda dengan yang lainnya dan menjalani hidup sendirian karena keterbatasannya.

Kisahnya Diangkat Menjadi Sebuah Lagu

Kisah keterasingan Whale 52 kemudian diadaptasi oleh grup musik BTS mejadi salah satu lagunya dalam album “The Most Beatiful Moment in Life, Part 2” yang berjudul “Whalien 52” yang dirilis pada tahun 2015. Di lagu ini BTS menggunakan Whale 52 sebagai metafora atas keterasingan dari orang lain yang sering dirasakan oleh remaja.

“Aku pergi menuju masa depanku. Pantai yang biru dan percayalah pada hertz-ku”

Dalam penggalan lirik tersebut BTS mengutarakan kalau tidak apa berbeda dari yang lain dan teruslah percaya pada suaramu dan bagaimana semua orang berbeda namun unik pada akhirnya. Jangan jadikan perbedaan sebagai sekat dalam hubungan sosial. Akal pikiran menjadi dasar perbedaan kita dengan tumbuhan dan hewan. Rangkul saudara-saudara, teman-teman, dan orang-orang di sekitar kita yang hidup dalam keterasingan ke dalam suatu hubungan sosial. Janganlah memandang suatu perbedaan setiap manusia dari sudut pandang negatif, lihatlah dari sudut positif karena dengan perbedaan hidup menjadi lebih berwarna.

Muhamad Rizki
Muhamad Rizki

Komentar


Translate